Jumat, 03 Januari 2014

hakikat perkawinan



HAKIKAT PERNIKAHAN
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah: Bimbingan Konseling Perkawinan








Disusun oleh:
Ismatun Khasanah      (111111066)


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
Hakikat Pernikahan
I.                   PENDAHULUAN
Seperti sudah dipaparkan pada makalah sebelumnya bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.
Ikatan lahir adalah ikatan yang menampak, ikatan formal sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada, sedangkan ikatan batin adalah ikatan yang tidak nampak secara langsung, dan merupakan ikatan psikologis.[1]
Perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi - yang biasanya intim dan seksual.Perkawinan umumnya dimulai dan diresmikan dengan upacara pernikahan. Umumnya perkawinan dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga.
Dalam sebuah perkawinan/pernikahan diperlukannya seseorang mengetahui syarat-syarat, prosedur, jenis, dan tujuan perkawinan itu sendiri. Disini pemakalah akan sedikit memaparkan tentang hal-hal diatas. Untuk lebih jelasnya kita akan pelajari bersama-sama mengenai prosedur, syarat, jenis dan tujuan perkawinan.

II.                RUMUSAN MASALAH
1.      Apa saja syarat-syarat perkawinan?
2.      Bagaimana prosedur perkawinan?
3.      Jenis-jenis perkawinan
4.      Apa tujuan perkawinan?

III.             PEMBAHASAN
1.      Syarat Perkawinan
Bila dilihat akan persyaratan-persyaratan yang diperlukan dalam perkawinan, maka cukup banyak persyaratan yang dituntutnya. Namun demikian persyaratan itu dapat dikemukakan dalam dua golongan, yaitu:

a.       Persyaratan Umum
Yaitu persyaratan yang harus ada dalam perkawinan, persyaratan yang mutlakdan lebih bersifat formal. Sesuai dengan UU perkawinan dalam Bab II yaitu mengenai Syarat-Syarat Perkawinan. Misal dalam pasal 7, yang berbunyi:
(1)   Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah sudah mencapai umur 16 tahun.
(2)   Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pria maupun wanita.[2]
b.      Persyaratan Khusus
Persyaratan khusus biasannya terjadi oleh adanya keinginan dari individu dalam memilih calon pasangannya. Syarat yang dituntut oleh seorang individu mungkin tidak dituntut oleh individu yang lain, atau sebaliknya. Dengan demikian maka persyaratan khusus dapat sangat bervariasi satu dengan yang lainnya. Dengan adanya pemenuhan ini akan memperkecil hal-hal yang dapat menimbulkan masalah bagi yang bersangkutan.
Persyaratan-persyaratan pribadi tiap individu bervariasi, tetapi persyaratan-persyaratan tersebut dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan yaitu menyangkut segi:
a)      Kejasmanian, misalnya  tinggi badan, berat badan, umur, warna kulit
b)      Segi psikologis, misalnya setia, jujur, sopan, ramah, dll
c)      Segi sosial, misalnya sarjana, karyawati, gadis, janda, jejaka, duda
d)     Segi agama, misalnya Islam, Katolik, Kristen, dsb.
c.       Dalam Islam terdapat empat persyaratan dan prosedur pernikahan, yaitu:
a)      Wali
b)      Dua orang saksi
c)      Sighat akad nikah, yaitu perkataan dari mempelai laki-laki atau wakilnya ketika akad nikah.
d)     Maskawin (mahar).[3]
2.      Prosedur Perkawinan
a)      Persyaratan Umum
-          Calon Pengantin beragama Islam
-          Umur minimal : pria 19 tahun, wanita 16 tahun
-          Ada persetujuan kedua calon pengantin
-          Tidak ada hubungan saudara yang dilarang agama antara kedua calon pengantin
-          Catin wanita tidak sedang terikat tali perkawinan dengan orang lain
-          Bagi Janda harus sudah habis masa iddah
-          Wali dan saksi beragama Islam, umur minimal 19 tahun.
-          Calon pengantin, wali dan saksi sehat akalnya.
b)      Persyaratan Administrasi
-          Foto kopi KTP yang sah dan masih berlaku
-          Foto kopi KK (Kartu Keluarga) yang masih berlaku
-          Foto kopi Ijazah/Akte Kelahiran/Surat Kenal Lahi
-          Foto kopi Buku Nikah orang tua, bagi wanita
-          Pas foto berwarna (latar biru) ukuran 2×3 = 4 lembar
-          Surat Keterangan Model N1, N2, N4 ditandatangani Kepala Desa/Kelurahan setempat
-          Surat Persetujuan kedua calon mempelai (Model N3)
-          Izin Orang tua (Model N5) jika umur kurang 21 tahun
-          Surat Pernyataan Jejaka/Perawan, bagi catin berumur 25 tahun ke atas, bermaterai Rp 6000,-
-          Surat Rekomendasi Pindah Nikah / Numpang Nikah bagi catin dari luar wilayah Kecamatan Lubuk Dalam
-          Izin Pengadilan Agama jika pria kurang 19 tahun dan wanita kurang 16 tahun
-          Izin Pengadilan Agama bagi yang ingin berpoligami
-          Rekomendasi Camat untuk pendaftaran nikah kurang dari 10 hari
-          Surat Kematian Suami/Isteri bagi Janda/duda cerai mati dan model N6 ditandatangani Kepala Desa/Kelurahan
-          Akta Cerai beserta Salinan Putusan/Penetapan dari Pengadilan yang mengeluarkan Akta Cerai
-          Bukti Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) dari Puskesmas Lubuk Dalam
c)      Pemberitahuan Kehendak Nikah
-          Kehendak Nikah diberitahukan oleh Wali/Catin kepada KUA dengan membawa persyaratan yang ditentukan.
-          Mengisi Formulir Pendaftaran Nikah pada Lembar Model NB yang disediakan KUA.
-          Penulisan model NB menggunakan tinta hitam, huruf balok.
-          Pendaftaran harus sudah diterima KUA sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum akad nikah dilangsungkan.
-          Membayar Beaya Pencatatan Nikah
d)      Pemeriksaan dan Pembinaan CATIN
-          Setelah Pendaftaran diterima oleh KUA, kedua calon pengantin dan Wali Nikah, mengikuti pembinaan dan Kursus Calon Pengantin.
-          Penghulu/Kepala KUA melakukan pemeriksaan tentang ada tidaknya halangan untuk menikah, dan memberikan bimbingan keluarga sakinah dan tata cara ijab qobul.
-          Penghulu/Kepala KUA dilarang melangsungkan, atau membantu melangsungkan, atau mencatat atau menyaksikan pernikahan yang tidak memenuhi persyaratan.
e)      Penolakan Kehendak Nikah
-          Kepala KUA diharuskan menolak kehendak nikah yang tidak memenuhi persyaratan.
-          Terhadap penolakan tersebut, yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Agama.
f)        Pelaksanaan Akad Nikah
-          Akad Nikah dilangsungkan di hadapan Penghulu/Petugas KUA
-          Ijab dilakukan oleh Wali Nikah sendiri.
-          Wali Nikah dapat mewakilkan Ijab kepada orang lain yang memenuhi persyaratan, atau kepada Penghulu.
-          Akad Nikah dilangsungkan di KUA ( Balai Nikah )
-          Atas permintaan yang bersangkutan dan mendapat PERSETUJUAN dari Kepala KUA, Akad Nikah dapat dilangsungkan di luar Balai Nikah.
-          Biaya pemanggilan, transportasi, dan akomodasi Penghulu/ Petugas KUA untuk menghadiri akad nikah di luar Balai Nikah dibebankan kepada yang mengundang.
g)      Pencatatan Nikah
-          Pencatatan Nikah dilakukan oleh Penghulu/Kepala KUA setelah nikah dilangsungkan dengan benar, pada Akta Nikah (Regester Model N).
-          Kepada kedua pengantin diberikan Kutipan Akta Nikah berupa Buku Nikah, ( Model NA).
h)      Lain-lain
Hal-hal yang belum jelas dapat ditanyakan langsung pada petugas di KUA.[4]

3.      Jenis-jenis Perkawinan
Bentuk/ jenis  Perkawinan antara lain:
·         Menurut jumlah suami istri
a.       Monogami (mono berarti satu, gamos berarti kawin) yaitu perkawinan antara satu orang laki-laki dan satu orang perempuan.
b.      Poligami (poli berarti banyak) yaitu perkawinan antara satu orang laki-laki atau wanita dan lebih dari satu wanita atau laki-laki. Dengan kata lain, beristri atau bersuami lebih dari satu orang. Poligami dibagi menjadi dua yaitu:
o   Poligini, yaitu seorang laki-laki beristri lebih dari satu orang. Poligini sendiri dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
      • Poligini sororat, bila para istrinya beradik-kakak
      • Poligini non-sororat, bila para istrinya bukan beradik-kakak
o   Poliandri, yaitu seorang istri bersuami lebih dari satu orang. Poliandri dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
      • Poliandri fraternal, bila para suami beradik-kakak
      • Poliandri non-fraternal, bila para suami bukan beradik-kakak. Poliandri antara lain terdapat pada orang Eskimo, Markesas (Oceania), Toda di India Selatan dan beberapa bangsa di Afrika Timur dan Tibet.[5]
·         Pernikahan Kontrak
Pernikahan kontrak yaitu sebuah pernikahan yang dilandasi pada waktu tertentu (lama atau sebentar) setelah masa berakhir, maka berakhir pula hubungan pernikahan tersebut.pernikahan ini tidak sah baik secara agama dan hukum. Pernikahan kontrak apabila dipandang dari sudut sosial, dapat terlihat bahwa sebenarnya wanita-wanita itu telah menjadi komoditas pemuas seks dari lelaki yang tidak bertanggung jawab.
·         Pernikahan Siri
Yaitu pernikahan yang secara agama (Islam) dinyatakan sah, namun dari segi hukum atau UU yang berlaku pernikahan tersebut tidak sah. Hampir sama dengan pernikahan kontrak, salah satu pihak terutama wanita menjadi pihak yang dirugikankarena status yang tidak jelas.dalam pernikahan siri, suami dan istri juga membentuk keluarga baru dan membuat keturunan, tapi anak yang dilahirkan akan mendapat masalah dengan status dan legalitasinya.
·         Pernikahan Lintas Agama, Negara, dan Budaya
Pernikahan lintas agama yaitu pernikahan dua anak manusia yang saling mencintai namun mereka dibatasi oleh prinsip dan nilai hidup yang berbeda yaitu agama. Pernikahan lintas negara yaitu pernikahan dua insan manusia yang berbeda kewarganegaraan. Dan pernikahan lintas budaya yaitu penikahan yang terjadi antar dua budaya yang berbeda.[6]

4.      Tujuan Perkawinan
Tujuan perkawinan dalam agama Islam antara lain:
1.      Untuk melanjutkan keturunan
2.      Untuk menjaga diri dari perbuatan-perbuatan maksiat
3.      Menimbulkan rasa cinta kasih sayang
4.      Untuk menghormati sunnah Rasul
5.      Untuk membersihkan keturunan.[7]
Tujuan perkawinan
o   Untuk mendapatkan keturunan
o   Untuk meningkat derajat dan status social baik pria maupun wanita
o   Mendekatkan kembali hubungan kerabat yang sudah renggang
o   Agar harta warisan tidak jatuh ke orang lain.[8]

IV.             KESIMPULAN
Sebuah perkawinan hakikatnya mempunyai beberapa prosedur yang harus dilaksanakan oleh calon pengantin, diantaranya yaitu dengan persyaratan umum, persyaratan administrasi, pemberitahuan kehendak nikah, pemeriksaan dan pembinaan CATIN, penolakan kehendak nikah, pelaksanaan akad nikah, pencatatan nikah, dan lain-lain. Selain itu sebagai calon pengantin yang akan melaksanakan pernikahan juga harus mengetahui tujuan nikah yaitu untuk mendapatkan keturunan, membina keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warohmah. Calon pengantin sebelum melaksanakan sebuah pernikahan perlu mengetahui adanya syarat perkawinan yaitu ada persyaratan umum yang sesuai dengan UU perkawinan, serta persyaratan khusus yaitu persyaratan dari tiap masing-masing individu.

V.                PENUTUP
Demikian makalah yang dapat saya sampaikan, saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak kekurangannya maka dari itu saya  mohon kritik dan sarannya yang dapat membangun untuk penyempurnaan makalah berikutnya. Atas kritik dan sarannya saya ucapkan terima kasih.




DAFTAR PUSTAKA
Asmin.Status Perkawinan Antar Agama ditinjau dari UU Perkawinan No.1/1974.Jakarta: Dian Rakyat.1986.

Kertamuda, Fatchiah E.Konseling Pernikahan untuk Keluarga Indonesia.Jakarta: Salemba Humanika.2009.
Walgito, Bimo.Bimbingan dan Konseling Perkawinan.Yogyakarta.ANDI OFFSET.2004.

[1] Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling Perkawinan, Yogyakarta, ANDI OFFSET, 2004, Hlm. 11-12
[2] Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling Perkawinan, Ibid, Hlm. 23.
[3] Fatchiah E. Kertamuda, Konseling Pernikahan untuk Keluarga Indonesia, Jakarta: Salemba Humanika, 2009, Hlm. 17.
[6]Fatchiah E. Kertamuda, Konseling Pernikahan untuk Keluarga Indonesia, Opcit, Hlm. 18-24.
[7] Asmin, Status Perkawinan Antar Agama ditinjau dari UU Perkawinan No.1/1974, Jakarta: Dian Rakyat, 1986, Hlm. 29.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar